Elevation

10,712 ft / 3,265 m

#4 in Jawa Timur

#71 in Indonesia

Prominence

10,229 ft / 3,118 m

#2 in Jawa Timur

#7 in Indonesia

Summits

26 summits

#1 in Jawa Timur

#4 in Indonesia

Top climbing months

December   30%

August   19%

March   19%

Most climbed route

Cemoro Sewu, Cemoro Kandang dan Candi Ceto

Class 2

Highlights

  • Gunung Lawu (Hanacaraka: ꦒꦸꦤꦸꦁ​ꦭꦮꦸ) adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia. Gunung Lawu memiliki ketinggian sekitar 3.265 mdpl. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten, yaitu Karanganyar di Jawa Tengah, Ngawi, dan Magetan di Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat", yang diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885 dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Studi pada 2019 tentang geothermal heat flow menyugestikan bahwa Gunung Lawu masih aktif sampai sekarang. Pada tahun 1978, serangkaian gempa bumi dilaporkan dirasakan diarea sekitar Gunung Lawu dan diikuti oleh suara mirip dentuman dari arah gunung.[6] Gunung Lawu merupakan salah satu gunung terdingin di Jawa, setelah Gunung Semeru, dan Gunung Slamet yang merupakan titik terdingin di Jawa.
  • Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak tertinggi bernama Hargo Dumilah.
  • Pendakian Gunung Lawu sudah dilakukan sejak awal abad ke-12. Pada masa kolonial, eksplorasi di Gunung Lawu didorong oleh berbagai kepentingan mulai dari pembukaan lahan pertanian, pemetaan, kondisi sosial, dan lain-lain.[11] Pendakian standar dapat dimulai dari tiga tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu (Jawa Tengah), Candi Cetho di Karanganyar (Jawa Tengah), dan Cemorosewu, di Sarangan (Jawa Timur).[7] Selain tiga jalur tersebut, ada beberapa jalur pendakian lain yakni Jalur Pendakian Jagaraga, Ngrambe, Jamus, Tambak, Sukuh, Pringgodani, Cemara Bulus, Mojosemi, Sidalangu, dan Maospati. Jalur pendakian tidak resmi ini sering digunakan masyarakat setempat untuk mencari kayu, mencari tanaman obat, ritual, dan kepentingan tertentu lainnya. Jalur pendakian Pringgodani tercatat dalam Serat Centhini sebagai jalur pendakian spiritual. Salah satu tokoh yang melalui jalur tersebut adalah Seh Amongraga. Serat Centhini Pupuh 417-421 menceritakan perjalanan Seh Amongraga memulai pendakian melalui Desa Gandasuli lalu menuju puncak Lawu.[12] Jalur pendakian melalui Cemorosewu lebih curam jika dibandingkan dengan jalur lainnya. Meskipun demikian, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke puncak lebih singkat. Jalur pendakian ini juga cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata. Pada jalur ini, pendaki akan melalui lima pos dan dua sumber mata air. Pertama, pendaki akan melalui sumber air bernama Sendang Panguripan yang terletak di antara Cemorosewu dan pos 1. Pendaki kemudian melanjutkan pendakian hingga melewati pos 2 dan pos 3. Jalur pendakian setelah pos 3 hingga pos 4 sudah berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Ketika sampai di pos 4, pendaki akan disuguhi pemandangan Telaga Sarangan dari kejauhan. Jalur pendakian dari pos 4 menuju pos 5 sudah tidak lagi securam jalur menuju pos-pos sebelumnya. Setelah pos 5, pendaki dapat menemukan sumber air Sendang Drajat. Jalur pendakian melalui Cemorosewu tidak direkomendasikan bagi pemula yang ingin mendaki di malam hari. Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik. Meskipun ketiga jalur pendakian tersebut sudah dikenal secara umum oleh kalangan awam para pendaki yang ingin mendaki Gunung Lawu, sebenarnya terdapat satu jalur pendakian lain yang memiliki keunikannya tersendiri. Jalur pendakian tersebut adalah Jalur Pendakian Klasik Gunung Lawu via Singolangu. Jalur pendakian ini berada di Singolangu, Kelurahan Sarangan; atau sekitar 3 km dari Telaga Sarangan. Sesuai dengan namanya, jalur pendakian ini diyakini sebagai jalur pendakian tertua di antara semua jalur pendakian Gunung Lawu. Selain itu, jalur ini juga diyakini sebagai napak tilas Prabu Brawijaya V saat pergi ke Gunung Lawu untuk menghindari kejaran pasukan Raden Patah. Di sepanjang jalur pendakian ini nantinya para pendaki akan menemukan beberapa situs yang diyakini sebagai petilasan Prabu Brawijaya V. Adanya situs-situs petilasan tersebut semakin membuktikan bahwa jalur ini merupakan jalur pendakian tertua dan sudah ada sejak lama. Pendakian melalui Jalur Klasik via Singolangu akan melalui 5 pos, yakni Pos 1 Kerun-Kerun, Pos 2 Banyu Urip, Pos 3 Cemaran, Pos 4 Taman Edelweis, dan Pos 5 Cokro Paningalan. Setelah melalui kelima pos tersebut, para pendaki akan sampai di Sendang Drajat, sebelum mencapai puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah. Medan yang akan dihadapi oleh para pendaki sangat komplet, mulai dari medan yang landai hingga curam. Selain itu di jalur pendakian ini kondisi alam sangatlah asri, dengan berbagai jenis vegetasi tumbuhan dan satwa yang dapat ditemui sepanjang perjalanan. Oleh karena itu, jalur pendakian Gunung Lawu via Singolangu memiliki daya tarik tersendiri untuk dicoba oleh para pendaki yang ingin mendaki Gunung Lawu.
1 summit • 12.8 km • 1,361 m gain • 5 hr 15 min
1 summit • 13.0 km • 1,280 m gain • 28 hr 32 min • Class 2

Awards

Challenges